Ringkasan Materi Modul 1.4-Budaya Positif-Guru Penggerak

 1.4.A BUDAYA POSITIF

1.4.A.2 PENDAHULUAN 

Surat dari Instruktur

Selamat datang Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,

Selamat jumpa pada modul “Budaya Positif di Sekolah”. Saya yakin Bapak/Ibu yang telah bertahun-tahun mengajar, mendampingi murid-murid bertumbuh dan ebrkembang, menyadari bahwa belajar adalah kunci dari mengajar. Belajar adalah modal besar pengajar. Anda telah memiliki modal utama guru penggerak yaitu semangat untuk belajar. 

Dalam modul ini, Bapak/Ibu akan menjelajahi dan memahami budaya yang ada di dunia pendidikan hingga mengakar pada praktik di sekolah, bagaimana budaya positif di sekolah ini bisa membentuk karakter murid, guru, dan bahkan visi dan misi dalam sekolah itu sendiri. Selain itu, Bapak/Ibu juga akan belajar memproses disiplin positif dalam budaya sekolah yang nantinya akan menjadi perubahan baru yang menggerakkan seluruh komponen sekolah. 

Modul pembelajaran ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran, tempat berproses, wadah untuk berdiskusi, dan menumbuhkan semangat satu dengan yang lainnya agar dapat tercipta pribadi-pribadi dengan kontrol penuh pada diri dan karakter yang kuat yang menjadi penggerak bagi para guru serta segenap tatanan komponen sekolah untuk memajukan pendidikan di Indonesia.  

Selamat belajar!

Capaian Pembelajaran Umum

Profil kompetensi Guru Penggerak yang ingin dicapai dari modul ini adalah:

  1. Menginisiasi kolaborasi dalam melakukan refleksi berkala dengan melibatkan warga sekolah sebagai dasar untuk melakukan dan mengembangkan budaya positif dalam lingkungan sekolah.

  2. Memahami bagaimana langkah mewujudkan lingkungan budaya sekolah yang positif bagi aktivitas murid dan guru untuk senantiasa belajar dan mengembangkan karakter.

  3. Menumbuhkembangkan kemampuan dalam memetakan dan mewujudkan budaya positif di sekolah. 

Capaian Pembelajaran Khusus

Setelah menyelesaikan modul ini, peserta diharapkan dapat menjadi guru penggerak yang mampu:

  1. Mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep “Sekolah sebagai institusi pembentuk karakter” dengan konsep budaya positif seperti, cara melakukan kesepakatan kelas yang efektif, posisi kontrol guru yang sesuai dengan kebutuhan murid, dan penerapan proses disiplin yang efektif dalam membentuk sikap murid.

  2. Bersikap reflektif dan kritis terhadap konsep budaya positif di sekolah dan senantiasa mengembangkannya sesuai kebutuhan sosial dan murid.

  3. Menyusun langkah-langkah dan strategi aksi nyata dalam mewujudkan  budaya positif di sekolah secara efektif dan mengembangkan karakter.

Alur Belajar MERRDEKA

  1. Mulai dari diri

Dalam kegiatan ini CGP melakukan proses refleksi diri mengenai beberapa hal di bawah ini:

  • Penghayatan diri selama menjadi murid dan pembentukan karakter yang dimiliki sekarang berkaitan dengan budaya di sekolah dulu

  • Pandangan yang dimiliki terkait nilai sekolah sebagai institusi pembentukan karakter

  • Hal-hal yang dapat dilakukan untuk bisa berempati dengan posisi murid

  • Harapan & ekspektasi yang dimiliki terkait modul

  1. Eksplorasi konsep

  • Perbedaan budaya sekolah dulu dan sekarang (video)

  • Sekolah sebagai institusi pembentukan karakter

  • Cara melakukan Kesepakatan Kelas yang efektif

  • Posisi Kontrol Guru - Dimana posisi saya?

  • Kenali perbedaan disiplin dan hukuman

  • Forum Diskusi: “Budaya positif seperti apa yang ingin dicapai di era masa kini?”

  1. Ruang kolaborasi

Memahami perubahan apa saja yang diperlukan untuk membentuk budaya positif di sekolah.

 

 

  1. Refleksi Terbimbing

  • Perubahan paradigma guru terhadap budaya positif di sekolah

  • Merumuskan hal yang perlu ditingkatkan dalam diri untuk dapat menerapkan budaya positif di kelas.

  1. Demonstrasi kontekstual

Penerapan budaya positif di dalam proses pendidikan melalui kesepakatan kelas

  1. Elaborasi Pemahaman

  • Mengambil makna dari Pengalaman

  • Melakukan refleksi dan mengadakan metakognisi terhadap program-program yang telah direncanakan

  1. Koneksi antarmateri

  • Pandangan keterkaitan pentingnya budaya positif dengan materi ajar yang lain yang diberikan di dalam sekolah

  • Membuat rancangan tindakan untuk Aksi Nyata

  1. Aksi nyata

  • Menyusun langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah

  • Mendokumentasikan proses dan refleksi dalam portofolio

 

AKTIFITAS PEMBELAJARAN 

1.4.a.3. Mulai dari Diri - Pembentukan Karakter

Durasi: 1 JP
Jenis Kegiatan: Refleksi mandiri

Tujuan Pembelajaran khusus: CGP memahami bagaimana proses pendidikan yang ia peroleh dulu di bangku sekolah dalam membentuk karakter dirinya setelah dewasa dan menghayati bahwa pembentukan budaya positif di sekolah menjadi dasar bagi pembentukan karakter murid di kemudian hari.

Sebelum menjadi pendidik, kita sudah merasakan bagaimana menduduki bangku sekolah dan menjadi murid. Dalam sesi awal ini, bapak dan ibu calon guru penggerak sejenak diminta untuk memutar ingatan ke puluhan tahun yang lalu ketika menjadi murid di sekolah. Bayangkan pengalaman yang bapak ibu alami ketika Sekolah Dasar, Menengah Pertama dan Menengah Atas. Rasakan lagi ingatan perasaan ketika menjadi murid dulu. Mengapa hal ini penting? Terkadang sebagai pendidik kita seringkali bisa menilai kualitas pendidikan dari sudut pandang orang dewasa, sehingga penting bagi kita melakukan refleksi pengalaman masa lalu ketika menjadi murid untuk melihat lebih dekat sudut pandang murid sebagai subjek pendidikan.

Kita akan memulai refleksi dengan bercerita pengalaman masa lalu sebagai murid dengan pertanyaan utama dan pertanyaan tambahan yang akan disajikan pada halaman berikutnya.

 





1.4.a.4. Eksplorasi Konsep - Refleksi Kritis tentang Budaya Positif

Pengantar

Durasi : 2 JP (135 menit)
Moda: Mandiri

Tujuan Pembelajaran Khusus: 

  1. CGP memahami budaya sekolah yang positif melalui hubungan antara guru dan murid

  2. CGP memahami pentingnya pendidikan karakter dalam budaya sekolah dan nilai yang perlu diadopsi serta dikembangkan di dalam sekolahnya sendiri

  3. CGP memahami panduan dalam menyusun kesepakatan kelas untuk membentuk budaya positif dan melibatkan murid dalam menerapkannya.

  4. CGP memahami posisi kontrol yang selama ini dilakukan dan mengevaluasi posisi kontrol yang diperlukan untuk membangun budaya positif di sekolah.

  5. CGP memahami perbedaan antara disiplin dan hukuman sehingga dapat menumbuhkan karakter murid dengan pendekatan yang lebih humanis dan bermakna positif bagi perkembangan guru dan murid.

  • Potret Budaya Sekolah

Anda telah melakukan refleksi tentang budaya sekolah ketika menjadi murid dan menjadi guru. Untuk lebih mengaitkan proses refleksi di sesi berikutnya dengan materi tujuan esensi sekolah, Anda akan diajak untuk melihat budaya sekolah dalam potret lebih luas. Bila diminta menyebutkan kata-kata yang berhubungan dengan sekolah, kata apa saja yang mungkin keluar pertama kali? Papan tulis? Bangku? Pekerjaan Rumah (PR)? 

Jika kita diminta membayangkan situasi kelas seperti gambar dibawah ini, situasi kelas seperti apa yang terbayang? 

Terlihat seorang guru di depan kelas murid duduk berjajar melihat ke arah gurunya dan Dua gambar tersebut menjadi bukti bahwa pendidikan tidak mengalami perubahan signifikan, sedangkan salah satu elemen penting dalam kelas yang berpengaruh pada kualitas pendidikan adalah hubungan guru dan murid (Ben Johnson, 2016 dalam edutopia.org). 

Hubungan guru dan murid adalah faktor penting dalam membangun budaya sekolah.  duduk tenang. Ini adalah foto suasana kelas di sebuah sekolah di Ambon pada tahun 1970an. 

Lantas bagaimana foto suasana beberapa tahun berikutnya? Berikut foto suasana kelas di sebuah sekolah di daerah Sukabumi pada tahun 2012.

Hubungan guru dan murid adalah faktor penting dalam membangun budaya sekolah. Untuk lebih memahami kaitan hubungan guru dan murid dengan budaya sekolah, Anda bisa melihat video berikut ini. Selamat menonton! 

 

  • Setelah menonton video tersebut, apa perbedaan situasi kelas pertama dan kedua? Silakan Anda tuangkan pendapat Anda pada kolom di bawah.

  1. Saya melihat situasi pertama seperti ...

  2. Saya melihat situasi kedua seperti ...

  3. Saya membayangkan perasaan murid pada situasi pertama seperti ...

  4. Saya membayangkan perasaan  murid pada situasi kedua seperti ...

  5. Manakah situasi kelas yang menciptakan Budaya Positif dan mengapa?

Jawaban 

  1. saya melihat situasu pertama seperti tidak adanya inisiatif yang timbul dari diri siswa. kesan yang saya lihat adalah guru seolah memberi perintah apa yang seharusnya dilakukan oleh siswa untuk menjaga kebersihan lingkungan kelas.

  2. saya melihat situasi kedua seperti sudah mulai terlihat adanya inisiatif yang timbul dari siswa. guru hanya memberikan bimbingan kepada siswa untuk mengamati lingkungan sekitar dan kemudian membei beberapa pertanyaan penuntun dengan tujuan agar anak berpartisipasi dalam menjaga kebersihan lingkungan kelas.

  3. saya membayangkan perasaan murid pada situasi pertama seperti terpaksa untuk melakukan tugas yang diberikan guru, tanpa ada rasa tanggung jawab penuh.

  4. saya membayangkan perasaan murid pada situasu kedua seperti memiliki rasa tanggung jawab yang penuh dengan kebersihan kelas, dengan melakukan gotong royong. Selain itu pada gambar kedua tumbuh inisiatif dari diri siswa untuk melakukan kegiatan bersih bersih di lingkungan kelas.

  5. Situasi kelas yang menciptakan budaya positif adalah kelas yang kedua karena, guru memberi tuntunan yang terlihat dari siswa diajak mengamati lingkungankelas yang ada di sekitar siswa. berikutnya siswa menyimpulkan sendiri bagaimana seharusnya kelas tersebut. di sana telah terlihat upaya yang guru mengembangkan nilai positif siswa dari segi inisiatif dan bertanggung jawab.

  • Sekolah sebagai institusi pembentukan karakter

Kita sudah mempelajari budaya sekolah yang berdampak baik pada pengembangan karakter murid. Masih ingat materi video sebelumnya? Bagaimana aktivitas guru mengajak murid berkeliling sekolah, mengamati lingkungan sekolah hingga murid bisa menganalisa permasalahan yang terjadi di sekolah dan mendiskusikan solusinya. Dari aktivitas tersebut menumbuhkan karakter kritis pada murid. Nah, untuk memahami lebih dalam tentang Sekolah sebagai institusi pembentukan karakter, pada sesi awal ini Anda diminta untuk merenungkan jawaban dari pertanyaan berikut ini.   

  1. Seberapa besar pendidikan di sekolah berdampak pada pendidikan karakter murid?

  2. Pendidikan karakter seperti apa yang perlu dikembangkan dalam budaya Indonesia saat ini?

Kita semua percaya bahwa tujuan penting sekolah adalah pembentukan karakter. Itu mengapa banyak program sekolah yang bertujuan untuk menumbuhkan karakter murid. Misalnya saja dulu pernah ada program kantin kejujuran dengan tujuan menumbuhkan karakter jujur pada murid atau program yang banyak dicanangkan saat ini adalah program literasi untuk menumbuhkan karakter kritis pada murid. Untuk menguatkan pemahaman kita tentang peran pendidikan karakter pada murid dan bagaimana sekolah mendukung murid dalam menumbuhkan karakter? Mari kita simak penjelasan berikut.

Ketika kita berbicara sekolah sebagai institusi pembentukan karakter. Mari kita ingat kembali makna pendidikan sendiri dari Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara:

“Adapun maksud pendidikan yaitu: menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya” (dikutip dari buku Ki Hajar Dewantara seri 1 pendidikan halaman 20)

Dari kutipan tersebut mengisyaratkan kita sebagai guru perlu membangun komunitas di sekolah untuk menyiapkan murid di masa depan agar menjadi manusia berdaya tidak hanya untuk pribadi tapi berdampak pada masyarakat. 

Pertanyaannya sekarang adalah karakter seperti apa yang bisa menyiapkan murid menjadi manusia dan anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan seperti tujuan pendidikan sendiri. Jika kita mengacu pada dasar negara kita yaitu, Pancasila, ada beberapa karakter yang dapat kita contoh, antara lain: Beriman, Bertaqwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia, Kreatif, Gotong Royong, Berkebhinekaan Global, Bernalar Kritis dan Mandiri.

Tujuan dari pendidikan karakter

Dalam materi sebelumnya kita telah mempelajari Profil Pelajar Pancasila. Apakah Bapak/Ibu masih ingat? Betul, ada 8 karakter yang menjadi Profil Pelajar Pancasila yaitu: Beriman, Bertaqwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia, Kreatif, Gotong Royong, Berkebhinekaan Global, Bernalar Kritis dan Mandiri. Profil Pelajar Pancasila adalah visi mengenai karakter dan kemampuan pelajar Indonesia beserta gambaran alur perkembangannya.  

Pelajar Indonesia adalah pelajar yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keimanan dan ketakwaannya termanifestasi dalam akhlak yang mulia terhadap diri sendiri, sesama manusia, alam, dan negaranya. Ia berpikir dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan sebagai panduan untuk memilah dan memilih yang baik dan benar, bersikap welas asih pada ciptaan-Nya, serta menjaga integritas dan menegakkan keadilan. Pelajar Indonesia senantiasa berpikir dan bersikap terbuka terhadap kemajemukan dan perbedaan, serta secara aktif berkontribusi pada peningkatan kualitas kehidupan manusia sebagai bagian dari warga Indonesia dan dunia. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, Pelajar Indonesia memiliki identitas diri merepresentasikan budaya luhur bangsanya. Ia menghargai dan melestarikan budayanya sembari berinteraksi dengan berbagai budaya lainnya. Ia peduli pada lingkungannya dan menjadikan kemajemukan yang ada sebagai kekuatan untuk hidup bergotong royong. Pelajar Indonesia merupakan pelajar yang mandiri. Ia berinisiatif dan siap mempelajari hal-hal baru, serta gigih dalam mencapai tujuannya. Pelajar Indonesia gemar dan mampu bernalar secara kritis dan kreatif. Ia menganalisis masalah menggunakan kaidah berpikir saintifik dan mengaplikasikan alternatif solusi secara inovatif. Ia aktif mencari cara untuk senantiasa meningkatkan kapasitas diri dan bersikap reflektif agar dapat terus mengembangkan diri dan berkontribusi kepada bangsa, negara, dan dunia. 

Mengapa penting tujuan pendidikan berlandaskan pada karakter? 

Tujuan dari pendidikan karakter secara luas (CCR, 2015) adalah :

  • Untuk membangun fondasi dalam pembelajaran seumur hidup

  • Untuk mendukung relasi yang baik di dalam tempat tinggal, komunitas, dan tempat kerja

  • Untuk mengembangkan nilai-nilai (values) personal dalam berkontribusi di kehidupan global

Tujuan utama dari pendidikan karakter juga bukan hanya mendorong murid untuk sukses secara moral maupun akademik di lingkungan sekolah, tetapi juga untuk menanam moral yang baik pada diri murid ketika sudah terlibat di dalam masyarakat.

Panduan pelaksanaan program pendidikan karakter

Apa yang bisa Anda lakukan sebagai guru penggerak untuk membangun sekolah sebagai institusi pembentukan karakter? Menurut Character Education Partnership (2010) ada beberapa panduan dalam pelaksanaan program pendidikan karakter di sekolah agar program yang dibentuk dapat berjalan dengan efektif :

1. Nilai inti (Core values) yang disusun didefinisikan, dilaksanakan, dan tertanam dalam budaya sekolah

Dalam menyusun pendidikan karakter, sekolah harus secara eksplisit memutuskan dan menuliskan nilai yang akan diangkat dan merepresentasikan prioritas serta keyakinan (belief) dari sekolah, menyosialisasikan kepada seluruh staf sekolah, mempelajari dan mendiskusikan nilai (value)dengan seluruh staf sekolah, mendefinisikan nilai tersebut dalam bentuk perilaku yang dapat diobservasi, mencontohkan perilaku tersebut kepada para murid, menjadikan nilai sebagai dasar berelasi, dan menjunjung tinggi nilai agar menjadi standar di sekolah.

2. Karakter harus secara komprehensif menggambarkan cara berpikir, merasa, dan berperilaku

Tugas dari pendidikan karakter adalah untuk membantu murid dan seluruh staf sekolah mengetahui hal-hal yang baik, menjadikannya nilai, dan berperilaku sesuai nilai tersebut. Prinsip ini berfokus pada bagaimana sekolah membantu murid untuk memahami, peduli, dan secara konsisten berperilaku sesuai nilai inti (core values).

3. Sekolah menggunakan pendekatan yang komprehensif dan proaktif untuk mengembangkan karakter

Sekolah harus secara sengaja dan sadar menyusun pendidikan karakter dan menyesuaikannya dengan kurikulum dan peraturan yang sebelumnya sudah dibentuk, cara mengajar, cara penilaian, budaya sekolah, dan relasi dengan orang tua. Sekolah yang mengembangkan pendekatan komprehensif ini membuat murid memiliki kesempatan untuk mengidentifikasi, memahami, serta mengatur pemikiran, perasaan, dan perilaku mereka yang sesuai dengan nilai.

4. Sekolah harus menjadi komunitas yang menunjukkan rasa peduli

Relasi yang baik antar staf sekolah akan mendorong murid untuk mempelajari hal tersebut. Mereka akan menginternalisasi nilai dan ekspektasi yang dimiliki sekolah terhadapnya, sejalan dengan adanya kebutuhan menjadi bagian (need of belonging) yang murid miliki di usia sekolah.

5. Untuk mengembangkan karakter, murid membutuhkan kesempatan agar dapat berperilaku baik secara moral

Sekolah harus dapat mengadakan kurikulum belajar yang memberikan kesempatan dan pengalaman bagi murid dalam mengaplikasikan nilai yang sudah ditanamkan kepada mereka, dengan cara ini murid juga dapat mengembangkan cara belajar yang konstruktif. Misalnya, mengadakan acara sukarelawan, mengubah cara mengajar agar murid dapat menjadi lebih aktif, meminta murid aktif untuk terlibat dalam cara penanganan konflik/perundungan di sekolah, mengembangkan integritas akademik (academic integrity), dll.

 

6. Melibatkan seluruh staf sekolah

Termasuk di dalamnya guru, administrator, konselor, pelatih ekstrakurikuler, penjaga kantin, petugas kebersihan, dan lainnya, harus dilibatkan dalam proses diskusi dan memiliki perannya masing-masing dalam pembentukan karakter murid. Sebelum diterapkan pada murid, harus diterapkan oleh staf sekolah terlebih dahulu. Kemudian, perilaku ini harus direfleksikan/didiskusikan secara berkala efektivitasnya.

7. Memerlukan kepemimpinan positif (positive leadership) dari staf sekolah dan murid

Bukan hanya komite sekolah dan guru yang menunjukkan kepemimpinan (leadership), tetapi harus juga dibangun terhadap murid. Murid dapat diajarkan kemampuan kepemimpinan misalnya, dengan mengadakan program mediasi konflik antar teman sebaya, tutor antar murid, OSIS, dll. Dengan adanya kepemimpinan, murid diharapkan memiliki rasa inisiatif yang tinggi dalam berperilaku dan sesuai dengan nilai yang sudah dibentuk.

8. Melibatkan orang tua dan komunitas sekolah lainnya

Orang tua merupakan pendidik karakter yang pertama bagi murid dan yang paling penting. Tujuan dan aktivitas yang dilakukan oleh sekolah terkait pendidikan karakter harus dikomunikasikan kepada orang tua. Sekolah juga harus mengkomunikasikan bagaimana cara agar orang tua dapat mengembangkannya di lingkungan rumah. Dalam proses sosialisasi, orang tua berhak untuk mengevaluasi tujuan dan pelaksanaan program yang sudah disusun oleh sekolah, atau mengajukan aktivitas lain yang relevan. Jika memungkinkan, program ini juga dapat disosialisasikan dengan pemangku kepentingan lainnya, seperti institusi agama, organisasi murid muda, dan/atau media.

9. Menilai hasil pendidikan karakter dan melakukan improvisasi secara berkala

Untuk mengetahui efektivitas program, sekolah perlu melakukan penilaian program secara berkala. Hal ini dilakukan juga untuk menentukan langkah selanjutnya yang akan diambil dalam pelaksanaan program. Penilaian dapat dilakukan menggunakan survei, penilaian diri (self-assessment), observasi atau wawancara, namun penggabungan proses asesmen membuat penilaian menjadi lebih valid. Hal-hal yang dapat dinilai sebagai berikut: 

  1. Karakter sekolah : “Sudah di tingkat mana sekolah sudah menjadi komunitas yang penuh rasa peduli?” bisa dinilai menggunakan survei yang disebar kepada seluruh staf sekolah salah satunya dengan pernyataan “murid di sekolah/kelas menghargai dan peduli satu sama lain”

  2. Perkembangan staf sekolah sebagai pendidik/edukator: “Sudah di tingkat mana staf sekolah mengembangkan pemahaman mengenai perilaku yang dilakukan untuk meningkatkan perkembangan karakter? Komitmen personal seperti apa? Keterampilan (Skills) yang dibutuhkan apa saja? Apakah perilaku yang dilakukan sudah konsisten?”

  3. Karakter murid : “Sudah di tingkat apa murid menunjukkan pemahaman, komitmen, dan berperilaku sesuai nilai etika inti (core ethical value)?” Sekolah juga dapat mengumpulkan data mengenai daftar perkelahian, pelanggar aturan, dll untuk melihat apakah ada perubahan perilaku dari yang buruk menjadi lebih baik. Selain itu, sekolah dapat menilai tiga domain karakter (mengetahui, merasakan, dan berperilaku) melalui kuesioner anonim yang mengukur penilaian moral murid, komitmen moral, dan perilaku moral (self-reported). Kuesioner dapat dilakukan secara pre-untuk mengukur garis dasar (baseline) dan secara pro-untuk melihat progres.

Sekolah harus secara sengaja dan sadar menyusun pendidikan karakter dan menyesuaikannya dengan kurikulum dan peraturan yang sebelumnya sudah dibentuk, cara mengajar, cara penilaian, budaya sekolah, dan relasi dengan orang tua. Sekolah yang mengembangkan pendekatan komprehensif ini membuat murid memiliki kesempatan untuk mengidentifikasi, memahami, serta mengatur pemikiran, perasaan, dan perilaku mereka yang sesuai dengan nilai.

Refleksi Kritis tentang Budaya Positif

Top of Form

Dalam hal ini kita tidak sedang menyalahkan salah satu situasi. Coba kita ingat ketika kita menjadi murid dulu. Pernahkah kita merasakan perasaan yang sama seperti Anton? Merasa kesal karena dihukum, merasa malu karena dipermalukan di depan kelas, merasa diawasi terus. Bedakan dengan guru pada kejadian 5. Apa yang dirasakan Anton? Betul! Merasa didengarkan. Untuk mengetahui lebih jelas hubungan guru dan murid berikut penjelasan posisi kontrol guru dalam video yang kita tonton sebelumnya.

Anda bisa menggunakan tabel ini untuk terus refleksi dan mengamati kondisi sekitar, apakah guru sudah memosisikan diri sebagai guru yang meningkatkan motivasi intrinsik murid untuk berkembang dan memberikan dampak murid untuk belajar disiplin dalam diri? Sekarang, Anda diminta untuk menuliskan posisi guru yang ingin Anda capai.

  1. Sebagai guru saya akan memosisikan diri saya sebagai guru….karena,....

  2. Rencana ke depan saya akan melakukan.

Tuliskan jawaban pada kolom dibawah ini.

Terima kasih telah melakukan refleksi bersama! Refleksi adalah modal utama guru penggerak, guru yang terus belajar! Setelah sesi ini, Anda akan mengikuti sesi perbedaan Disiplin dan Hukuman. Hal ini akan memudahkan Anda untuk mengambil posisi kontrol guru penggerak seperti contoh guru pada situasi ke-5 dalam video. 

Disiplin dan Hukuman

Kita seringkali memandang bahwa hukuman adalah bentuk yang sama dengan proses pen-disiplin-an dan memberikan hukuman sebagai salah satu langkah dalam proses disiplin murid. Padahal, disiplin dan hukuman memiliki arti yang berbeda dan memberikan efek yang sangat berbeda dalam pembentukan diri murid. 

Pada umumnya orang sering melihat 'disiplin' sebagai hal yang sama dengan 'hukuman', namun disiplin dan hukuman adalah dua hal yang berbeda.

Disiplin merujuk pada praktik mengajar atau melatih seseorang untuk mematuhi peraturan atau perilaku dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sementara hukuman dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku  murid, disiplin dimaksudkan untuk mengembangkan perilaku para murid tersebut serta mengajarkan murid tentang kontrol dan kepercayaan diri dengan berfokus pada apa yang mampu mereka pelajari.

Perhatikanlah gambar di bawah ini.

Berdasarkan gambar tersebut, refleksikanlah dalam kolom yang telah disediakan. Apa yang terjadi dalam gambar? Kira-kira dalam gambar tersebut adalah penerapan disiplin atau hukuman? Dampaknya apa bagi kedua belah pihak?


Tujuan akhir dari disiplin adalah agar siswa memahami perilaku mereka sendiri, mengambil inisiatif, menjadi bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan menghargai diri mereka sendiri dan orang lain

Disiplin sebaiknya juga menerapkan hal-hal berikut ini:

  1. Fokus dalam mengoreksi dan mendidik

  2. Mendorong tanggung jawab dan disiplin diri

  3. Jangan pernah merusak atau membahayakan martabat pelajar atau pendidik

Disiplin 

Hukuman 

Memberikan murid alternatif positif 

  

Memberi tahu murid apa yang tidak boleh dilakukan tanpa menjelaskan alasannya 

Teratur, berkelanjutan, konsisten dan bertekad pada proses. Berorientasi pada instruksi. 

Terjadi hanya ketika seorang murid kedapatan melakukan kesalahan atau mengalami masalah. Ini adalah tindakan terencana yang bertujuan membuat  murid/murid merasa malu atau bahkan terhina. 

Ucapan terima kasih dan penghargaan atas upaya dan perilaku yang baik 

Hanya bereaksi kasar terhadap perilaku buruk 

Memperhatikan sudut pandang murid; murid mengikuti aturan karena mereka membahas dan menyepakatinya 

Tidak pernah atau jarang mendengarkan murid; murid mengikuti aturan karena mereka diancam atau disuap 

Konsisten, memiliki panduan yang tegas 

Mengontrol, mempermalukan, menertawakan 

Positif, menghormati murid 

Negatif dan tidak sopan terhadap murid 

Tanpa kekerasan fisik dan verbal 

Dengan kekerasan fisik, verbal, dan agresif pada murid 

Memberikan konsekuensi logis yang terkait langsung dengan dan sebanding dengan perilaku buruk yang ditampilkan murid 

Memberikan konsekuensi yang tidak terkait 

Mengajarkan murid untuk memahami alasan aturan dan disiplin sehingga mereka menginternalisasi dan mengikuti secara tidak sadar 

Mengajarkan murid untuk secara pasif mengikuti aturan karena takut dihukum; tidak ada pemahaman mengapa satu perilaku diizinkan dan yang lain tidak 

Memahami kapasitas, kebutuhan, dan tahap perkembangan anak 

Tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak; tidak memperhitungkan kapasitas  murid dan 

kebutuhan mereka 

Mengajarkan murid tentang disiplin diri 

  

Membutuhkan orang dewasa untuk menegakkan disiplin. Mengajarkan murid untuk berperilaku baik hanya ketika mereka berisiko tertangkap basah jika tidak melakukannya 

Tekankan mendengarkan dan membuat model. 

  

Terus-menerus menegur murid yang melakukan pelanggaran, hanya akan menyebabkan mereka mengabaikan dan tidak mendengar pendidik 

Menerima kesalahan seperti biasa dan menggunakannya sebagai peluang untuk pembelajaran 

    

Kesalahan dipandang sebagai suatu hal yang tidak dapat diterima. 

Memaksa murid untuk patuh melakukannya karena orang dewasa mengatakannya, bukan melalui proses memahami mana situasi benar dan salah. 

Berfokus pada perilaku murid daripada kepribadian anak 

Mengkritik kepribadian murid daripada berkomentar tentang perilaku mereka 


Kesepakatan Kelas

Seringkali permasalahan dengan murid berkaitan dengan komunikasi antara murid dengan guru, terutama ketika murid melanggar suatu aturan dengan alasan tidak mengetahui adanya aturan tersebut. Kurang adanya komunikasi ini menyebabkan relasi murid dan guru menjadi kurang akur. Salah satu langkah dalam menerapkan budaya disiplin positif adalah dengan membentuk lingkungan kelas yang mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas yang efektif dapat membantu dalam pembentukan budaya disiplin positif di kelas. Hal ini juga dapat membantu proses belajar mengajar yang lebih mudah dan tidak menekan.

Pertanyaan pemantik:

  1. Apakah selama ini Anda sudah menerapkan pemberian kesepakatan kelas di sekolah Anda?

  2. Siapa saja yang turut berperan dalam menentukan kesepakatan kelas?

Kesepakatan kelas berisi beberapa aturan untuk membantu guru dan murid bekerja bersama membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kesepakatan kelas tidak hanya berisi harapan guru terhadap murid, tapi juga harapan murid terhadap pengajar. Kesepakatan disusun dan dikembangkan bersama-sama antara guru dan murid.

Dalam menyusun kesepakatan kelas, guru perlu mempertimbangkan hal yang penting dan hal yang bisa dikesampingkan. Murid dapat mengalami kesulitan dalam mengingat banyak informasi, jadi susunlah 4 - 8 aturan untuk setiap kelas. Jika berlebihan, murid akan merasa kesulitan dan tidak mendapatkan makna dari kesepakatan kelas tersebut. Kesepakatan harus disusun dengan jelas sehingga murid dapat memahami perilaku apa yang diharapkan dari mereka.

Kesepakatan yang disusun perlu mudah dipahami dan dapat langsung dilakukan. Kesepakatan perlu dapat diperbaiki dan dikembangkan secara berkala, seperti setiap awal semester. Untuk mempermudah pemahaman murid, kesepakatan dapat ditulis, digambar, atau disusun sedemikian rupa sehingga dapat dipahami dan disadari oleh murid. Strategi lain adalah dengan mencetaknya di setiap buku laporan kegiatan murid. Hal ini menjadi strategi yang baik untuk meningkatkan komunikasi antara orang tua dan pihak sekolah.

Kesimpulan Aturan Menyusun Kesepakatan Kelas

Membuat kesepakatan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, apalagi ketika kita berhadapan dengan berbagai jenis murid yang memiliki sifat uniknya masing-masing. Tetapi, walaupun ini menjadi tantangan sendiri bagi kita, yakinlah bahwa kita tidak sendiri dan dapat bekerja sama dengan rekan guru untuk membuat strategi yang lebih efektif. Jangan ragu untuk berdiskusi dan meminta saran jika diperlukan. Jika cara yang kita pakai kurang berhasil, tidak apa-apa, mari coba cari jalan lain. Karena pada akhirnya, kesepakatan kelas membantu kita untuk menerapkan proses pendisiplinan kepada murid dan membantu guru untuk mengenal muridnya dengan lebih baik. Tidak apa jika gagal di awal, tapi jangan menyerah! Nah untuk membantu kita menyusun strategi yang lebih optimal, kita perlu pahami juga, posisi seperti apa yang kita perlukan, supaya murid bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan suasana kelas yang positif. Setelah ini Anda akan mempelajari lebih detail tentang Disiplin Positif sebagai landasan budaya positif dalam membangun hubungan guru dan murid di sekolah. 

DISIPLIN POSITIF

Pendahuluan

Kini kita telah sepakat bahwa hukuman berdampak buruk pada murid. Sehingga kita perlu berkomitmen untuk meninggalkan cara hukuman dalam pengajaran. Lantas bagaimana jika kita menumbuhkan disiplin tetapi kita merasa murid tidak mengikutinya? Mari kita simak contoh cerita Guru Mus berikut ini.

“Seorang guru bernama Guru Mus bertahun-tahun merasa bahwa hukuman paling efektif dalam mendidik murid. Hal ini terbukti dari murid-murid Guru Mus yang dirasa dulu “nakal” berubah sikap menjadi murid yang patuh ketika Guru Mus di kelas. Namun, suatu hari dia mendapatkan laporan jika murid-muridnya susah diatur guru lain. Guru Mus merasa murid-muridnya hanya patuh ketika ada beliau di kelas. Suatu ketika Guru Mus mendapatkan pelatihan guru, dalam pelatihan itu fasilitator menjelaskan perbedaan hukuman dan disiplin. Guru Mus berhenti menghukum, beliau cenderung membiarkan muridnya melakukan apa yang dia inginkan. Hasilnya kelas kacau tak terkendalikan. Lalu Guru Mus menggunakan sogokan, beliau berpikir sogokan lebih baik daripada hukuman. “Aku kan tidak menghukum murid” pikir Guru Mus. Lalu apa yang terjadi? Murid-muridnya kembali patuh dan kondisi kelas menjadi lebih tertata dari sebelumnya. Terdengar baik-baik saja ya? Sampai suatu ketika Guru Mus mengajak murid melakukan kegiatan pembelajaran, ada seorang murid berkomentar “Aku kalau melakukan kegiatan itu dapat apa Pak?”. Sontak Guru Mus kaget, “Ternyata muridku terlihat patuh selama ini karena ingin hadiah dariku”. Guru Mus bingung bagaimana menumbuhkan disiplin pada murid tetapi tidak menggunakan hukuman dan sogokan”

Apakah Anda pernah mengalami kejadian yang sama seperti Guru Mus? Atau ada rekan guru yang pernah bercerita hal yang sama persis yang dialami Guru Mus. Dilematik ya? Satu sisi kita sebagai guru bingung harus menerapkan metode seperti apa, namun juga tidak ingin kondisi kelas menjadi gaduh dan ingin murid menjadi mandiri. Lantas solusinya apa?

Disiplin Positif

Disiplin Positif adalah sebuah pendekatan yang dirancang untuk mengembangkan murid untuk menjadi pribadi dan anggota dari komunitas yang bertanggung jawab, penuh hormat, dan kritis. Disiplin positif mengajarkan keterampilan sosial dan kehidupan yang penting dengan cara yang sangat menghormati dan membesarkan hati, tidak hanya bagi  murid tetapi juga bagi orang dewasa (termasuk orangtua, guru, penyedia penitipan anak, pekerja muda, dan lainnya).

Disiplin positif bertujuan untuk bekerja sama dengan siswa dan tidak menentang mereka. Penekanannya adalah membangun kekuatan peserta didik daripada mengkritik kelemahan mereka dan menggunakan penguatan positif (positive reinforcement) untuk mempromosikan perilaku yang baik. Hal ini melibatkan memberikan siswa-siswi pedoman yang jelas untuk perilaku apa yang dapat diterima dan kemudian mendukung mereka ketika mereka belajar untuk mematuhi pedoman ini. Pendekatan ini secara aktif mempromosikan partisipasi anak dan penyelesaian masalah dan di saat yang bersamaan juga mendorong orang dewasa, dalam hal ini yaitu pendidik, untuk menjadi panutan positif bagi anak-anak muda dalam perjalanan tumbuh kembang mereka.

Lima Kriteria Utama Disiplin Positif

Untuk melakukan pendekatan disiplin positif, Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak perlu menjadikan kriteria ini sebagai panduan dalam membangun hubungan dengan murid.

  1. Bersikap baik dan tegas di saat yang bersamaan (menunjukkan sikap hormat dan memberi semangat).

  2. Membantu murid merasa dihargai dan memiliki keterikatan antara dirinya dengan guru dan teman di kelasnya, sehingga ia merasa menjadi bagian dari kelas. 

  3. Memiliki komitmen untuk mempertimbangkan efektivitas dan dampak jangka panjang bagi proses belajar murid dari tindakan yang diambil (misalnya; pemberian hukuman bersifat dapat menyelesaikan masalah dalam jangka pendek, tetapi berpotensi memberikan dampak negatif dalam proses belajar pada anak yang bersifat jangka panjang). Dengan begitu, pendidik fokus pada perubahan dan peningkatan perilaku yang menetap, bukan hanya pada perilaku yang berhasil ditampakkan pada saat itu.

  4. Menerapkan disiplin positif berarti membekali murid dengan keterampilan sosial dan mendukung pertumbuhan karakter yang baik seperti rasa hormat, kepedulian terhadap orang lain, komunikasi yang efektif, pemecahan masalah, tanggung jawab kontribusi, kerja sama.

  5. Mengajak murid untuk menemukan bagaimana mereka mampu dan dapat menggunakan kekuatan diri mereka dengan cara yang membangun.

Disiplin Positif mengajarkan orang dewasa untuk menggunakan kebaikan dan ketegasan pada saat yang sama, serta tidak menghukum maupun permisif.

Kesimpulan

Disiplin positif bukanlah :

  • Membiarkan peserta didik melakukan apa pun yang mereka inginkan

  • Tentang tidak memiliki aturan, batasan atau harapan

  • Tentang reaksi jangka pendek

  • Hukuman alternatif untuk menampar, memukul dan mempermalukan

Disiplin positif adalah :

  • Solusi jangka panjang yang mengembangkan disiplin diri peserta didik

  • Komunikasi yang jelas dan konsisten

  • Penguatan harapan, aturan, dan batasan Anda secara konsisten

  • Didasarkan pada mengenal peserta didik dan bersikap adil

  • Membangun hubungan yang saling menghormati dengan peserta didik

  • Mengajar peserta didik keterampilan seumur hidup dan menumbuhkan kecintaan mereka belajar

  • Mengajar sopan santun, tanpa kekerasan, empati, harga diri dan rasa hormat untuk orang lain dan hak-hak mereka

  • Meningkatkan kompetensi dan kepercayaan diri peserta didik untuk menangani tantangan akademik dan situasi sosial yang sulit.

(Durrant,J. 2010. Positive Discipline in Everyday Teaching: A guide for educators. Save the Children, Sweden. )

Penerapan Disiplin Positif di Sekolah dengan Pendekatan Holistik

Menerapkan pendekatan disiplin positif dapat membantu sekolah memainkan peran penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan manusiawi. Murid cenderung menjadikan orang dewasa sebagai model; jika  murid melihat orang dewasa menggunakan kekerasan fisik atau psikologis, mereka akan belajar bahwa kekerasan dapat diterima sehingga ada kemungkinan mereka akan menggunakan kekerasan terhadap orang lain. Sekolah memiliki peran penting dalam membimbing, memperbaiki, dan mensosialisasikan kepada  murid mengenai perilaku yang sesuai. Agar perubahan berhasil, diperlukan pendekatan terkoordinasi yang melibatkan semua peran di komunitas sekolah. Sekolah perlu bekerja dengan orangtua untuk memastikan konsistensi antara rumah dan sekolah, serta membekali mereka dengan informasi dan alat untuk mempraktikkan disiplin positif di rumah. Berikut peran dan tanggung jawab berbagai struktur sekolah meliputi:

Guru

  • Memiliki peran kunci dalam pengembangan disiplin positif dengan menciptakan ruang kelas yang berpusat pada peserta didik

  • Melibatkan dan bekerjasama dengan orangtua dalam penerapan disiplin positif

Kepala sekolah

  • Memastikan para guru dan staf mendapatkan dukungan dalam menerapkan disiplin positif di sekolah

  • Mendukung dan mengawasi keterlibatan orangtua dalam menerapkan disiplin positif

Orang Tua

  • Menciptakan suasana rumah yang aman dan nyaman sehingga dapat menerapkan disiplin positif yang konsisten

  • Berpartisipasi dalam pertemuan sekolah dan memiliki hubungan baik dengan guru untuk mendukung pendekatan disiplin positif.

 

Menciptakan visi bersama untuk membangun budaya positif

Langkah pertama dalam menerapkan pendekatan disiplin positif adalah mengembangkan visi bersama tentang apa yang ingin dicapai sekolah. Daripada berfokus pada masalah dan perilaku buruk, ada baiknya Anda mulai dengan melihat hal-hal positif yang sudah berhasil di sekolah. Ini memberikan landasan untuk membangun visi bersama bagi komunitas sekolah yang berpusat pada diri murid dan pemberdayaannya.

Langkah untuk mendukung pemikiran dasar ini adalah memutuskan pihak yang dapat Anda ajak diskusi mengenai cara bagaimana sekolah dapat membawa visi tersebut menjadi kenyataan.

Visi yang dikembangkan harus mendukung hal-hal berikut ini:

  1. Penciptaan lingkungan belajar yang ramah murid di mana peserta didik, pendidik, dan orang tua merasa dihargai dan didukung; serta di mana peserta didik merasa bebas untuk mengekspresikan pandangan mereka dan didorong penuh untuk mencapai potensi yang mereka miliki.

  2. Pengajaran dan penguatan positif yang bertujuan untuk membangun hubungan yang saling menghormati dan peduli.

  3. Strategi untuk mengurangi perilaku yang tidak dapat diterima yang melibatkan semua pemain peran yaitu, pendidik, orang tua, pelajar dan manajemen sekolah

Asumsi guru dalam mengajar tentu berkaitan dengan perilaku yang ditampilkan oleh murid kita. Di bawah ini mari kita lihat hubungan perilaku sebagai wujud akhir dari pikiran dan perasaan yang dimiliki oleh murid


Asumsi Lama

Pendekatan Disiplin Positif

Hukuman fisik diperlukan untuk  mempertahankan kontrol di kelas.

Seiring waktu, banyak pelajar akan  menentang kontrol dengan bertindak,  berbohong, bolos sekolah atau putus  sekolah. Anda diharapkan berfokus  untuk memfasilitasi pembelajaran,  berfokus pada kekuatan dan kelebihan  murid, bukan mencoba  mengendalikan hal tersebut. 

Belajar harus aktif dan menyenangkan  bagi peserta didik dalam pembelajaran  yang hangat dan terstruktur. 

Tanpa hukuman fisik, saya akan  kehilangan otoritas dan rasa hormat

Otoritas dan rasa hormat sering  dikacaukan dengan rasa takut. Otoritas  seharusnya berasal dari pengetahuan  dan kebijaksanaan; ketakutan berasal  dari paksaan. Penghargaan  seharusnya diterima dan diberikan  secara bebas; ketakutan adalah  respons terhadap rasa sakit dan  penghinaan. Rasa hormat seharusnya  membangun hubungan dan  memperkuat ikatan; ketakutan  mengikis mereka.


Hukuman fisik telah berlangsung selama  beberapa dekade, jadi mengapa kita  harus menghentikannya sekarang? 

Banyak pelajar di generasi sebelumnya  membenci sekolah dan putus sekolah.  Banyak yang berpotensi kehilangan  motivasi untuk belajar. Banyak dari  mereka memiliki ingatan yang  menyakitkan dan menderita karena  rasa percaya diri dan depresi.  Beberapa membawa kebencian dan  permusuhan sepanjang hidup mereka.


Adalah tugas pendidik untuk  memberikan informasi dan tugas murid  untuk mengingatnya. Mereka harus  duduk diam dan diam agar mereka  bisa belajar.

Murid adalah pembelajar aktif. Mereka  belajar dan memahami dengan baik  ketika mereka terlibat aktif dalam  proses pembelajaran. Ketika mereka  diminta untuk duduk diam dan  mendengarkan, pikiran aktif mereka  berkelana. Murid perlu menggunakan  pembelajaran mereka secara  konstruktif, bukan hanya untuk  mengingat fakta. Anda perlu  memberikan banyak kesempatan bagi  peserta didik untuk bereksperimen,  menemukan dan membangun  pengetahuan mereka.



Keheningan murid saya di kelas adalah  tanda rasa hormat mereka kepada  saya. Ketika mereka berbicara atau  mengajukan pertanyaan di kelas,  mereka menantang otoritas saya. 

Murid membangun pemahaman  mereka sendiri tentang dunia, semua  orang, dan objek di dalamnya. Mereka  dilahirkan ingin belajar dan memahami  segalanya. Pertanyaan dan  keingintahuan mereka harus didorong  dan dipupuk sehingga mereka terus  ingin belajar sepanjang hidup mereka.  Keheningan murid bukanlah tanda  penghormatan, biasanya itu  menunjukkan rasa takut, cemas, tidak  tertarik, bosan, atau kurang  pemahaman.

Murid adalah makhluk yang tidak  lengkap. Pendidik membantu  membangun mereka menjadi orang  yang lengkap.

Murid adalah manusia yang sempurna.  Mereka mungkin memahami hal-hal  berbeda dari orang dewasa, tetapi  mereka sama cerdas dan memiliki  perasaan yang sama seperti orang  dewasa. Murid layak dihargai dan  mereka memiliki hak yang melekat,  termasuk hak untuk berpartisipasi.

Ketika tampaknya seorang murid telah melakukan kesalahan, tantangan pertama adalah untuk memahami alasan perilaku murid, dan untuk mengevaluasi apakah perilaku tersebut benar-benar layak mendapat tanggapan disiplin. Seringkali perilaku buruk dihasilkan dari faktor-faktor di luar kendali anak, seperti masalah transportasi, dan mendisiplinkan murid tidak akan menghilangkan perilaku itu. Di lain waktu,  murid membuat pilihan yang buruk berdasarkan kepercayaan yang salah. Misalnya, terkadang  murid tidak berusaha datang tepat waktu ke sekolah karena mereka tidak percaya bahwa ketepatan waktu itu penting. Keyakinan ini dapat dikoreksi melalui respons disipliner, menunjukkan bahwa keyakinan bisa diperbaiki.

Ada banyak praktik yang dapat membantu pendidik untuk menerapkan disiplin positif yang efektif di kelas. Video-video berikut ini mewakili jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Video penerapan disiplin positif di jenjang pendidikan usia dini https://youtu.be/ac4KW-KyAl4 

Setelah menonton video dari narasumber, tuliskanlah poin penting mengenai disiplin positif dalam tiga hingga lima kalimat.https://youtu.be/ac4KW-KyAl4

Di bawah ini terdapat contoh kasus. Anda diharapkan belajar dari contoh kasus dan diskusikanlah dengan rekan Anda. 

Kisah Bu Mar dan muridnya

Saya memiliki seorang murid laki-laki di kelas saya yang seringkali keluar di saat jam pelajaran, ia biasanya berbohong dengan meminta izin ke kamar kecil padahal yang ia lakukan adalah pergi ke kantin sekolah atau bermain sepak bola dengan murid kelas lain. Di kelas, ia juga mengganggu temannya yang belajar. Saya terkadang merasa kesal dan juga putus asa menghadapinya. Segala cara hukuman sudah saya coba terapkan padanya tapi menghukumnya hanya akan membuat segalanya lebih buruk. 

Suatu ketika, saat ada rapat guru bulanan, salah seorang guru dari kelas lain menceritakan betapa murid ini sangat mahir bermain musik di salah satu acara dan ia juga mahir bermain bola hingga membawa timnya menjuarai beberapa kompetisi di kota tempat ia tinggal.  Dalam kelompok bermain musik, ia memimpin beberapa temannya yang tergabung dalam grup musik tersebut dan seringkali mendapat pekerjaan mengisi acara karena permainan musik mereka yang baik. Di sisi lain, dalam tim sepak bolanya, ia bisa menggerakkan teman-teman satu timnya dan bahkan memotivasi mereka hingga bisa meraih kemenangan di beberapa pertandingan. 

Saya terkejut mendengar hal ini, bagaimana mungkin ini murid yang sama dengan yang saya hadapi di kelas? Hal ini membuat saya berpikir kembali. Saya menyadari murid ini berbakat dan memiliki potensi kepemimpinan. Keesokan harinya, saat di kelas saya berkata, "Hai nak, Bapak tidak tahu  kalau kamu adalah musisi berbakat dan kapten sepak bola!". Muridku ini berseri-seri! Saya berikan dirinya kesempatan untuk mengemban tanggung jawab di kelas saya sebagai ketua kelas dan ia pun setuju untuk menjadi pemantau kelas selama satu semester. Di lain kesempatan, ia dipilih sebagai panitia dalam acara ulang tahun sekolah untuk mengoordinasi proyek setiap kelas - tentunya dengan bimbingan saya. Perubahan ini  luar biasa.


Dalam kolom di bawah ini, tuliskanlah hasil refleksi dan diskusi Anda dengan rekan CGP dalam kelompok Anda mengenai contoh kasus tersebut. 

  1. Apa yang direfleksikan Bu Mar di kasus tersebut saat tidak dapat membuat muridnya berubah?

  2. Sebutkan langkah-langkah pendekatan positif yang dilakukan oleh Bu Mar di akhir kasus?

  3. Apakah Anda memiliki pengalaman yang sama dengan Bu Mar dalam kasus tersebut? JIka Anda berada dalam posisi Bu Mar, adakah hal berbeda yang akan Anda lakukan? 

1.4.a.4.1. Panduan Forum Diskusi - Eksplorasi Konsep

 

Kita sudah melihat adanya perubahan budaya dalam pendidikan kita dan pentingnya pendidikan formal di sekolah dalam membentuk karakter seseorang. Perubahan budaya sekolah berjalan seiringan dengan berubahnya tatanan interaksi sosial di negara kita dan juga di dunia. 

Mari kita melakukan diskusi terkait potret budaya pendidikan di Indonesia dan bagaimana penerapan disiplin positif di kelas membentuk karakteristik guru dan juga murid.   

Namun, sebelumnya ada beberapa hal yang perlu kita ingat agar diskusi kita produktif dan nyaman:

1.4.a.5. Ruang Kolaborasi - Membentuk Budaya Positif

Durasi: 4 JP
Jenis Kegiatan : Kegiatan forum diskusi dengan peserta dan atau dengan kelompok CGP lain, dan Membuat produk kegiatan berupa poster berisi panduan interaksi guru dan murid dalam membangun budaya positif di sekolah

Tujuan Pembelajaran Khusus :

  • CGP menjelaskan pola interaksi guru dan murid dalam membangun budaya positif di sekolah

  • CGP merumuskan panduan interaksi guru dan murid dalam membangun budaya positif di sekolah

Banyak materi yang kita dapatkan dalam seminggu ini. Apakah Anda masih mengingatnya? Pada bagian ini, kita akan melanjutkan proses yang lebih menantang dan mengaitkan beberapa materi yang sudah didapatkan, yaitu bagaimana budaya positif di sekolah dapat tercapai dengan menerapkan pendidikan karakter, melakukan kesepakatan kelas, memahami posisi kontrol guru, serta memahami disiplin positif yang diperlukan untuk membentuk karakter dan suasana belajar yang lebih positif bagi guru dan murid. Anda akan berdiskusi dengan CGP lain dalam kelompok kecil (3-4 orang) sesuai pembagian kelompok oleh fasilitator.

Berikut pertanyaan yang akan Anda diskusikan dengan rekan Anda:

  1. Apa yang harus dilakukan guru untuk membangun budaya positif di sekolah?

  2. Bagaimana cara gurumenjalin hubungan dengan murid untuk membangun budaya positif di sekolah?

Selanjutnya, setiap kelompok diminta untuk membuat poster tentang Panduan Interaksi Guru dan Murid dalam Membangun Budaya Positif di Sekolah yang berisi 3-8 poin rumusan dari pemahaman konsep yang sudah Anda pelajari di sesi sebelumnya (Lima posisi kontrol guru, kesepakatan kelas, disiplin positif, budaya positif). Poster dibuat melalui aktivitas kolaboratif . 

Dalam membuat poster perhatikan kriteria berikut ini:

  1. Konten berisi materi yang menggambarkan nilai budaya positif

  2. Informasi mudah dipahami

  3. Panduan mudah dipraktikkan

  4. Gambar mendukung pemahaman terhadap isi poster

  5. Bentuk dan ukuran huruf (Font) mudah dilihat pembaca  

Hasil dari diskusi dalam kelompok kecil ini akan Anda bawa ke dalam forum diskusi bersama dengan kelompok besar untuk merumuskan panduan interaksi guru dan murid dalam membangun budaya positif di sekolah.

1.4.a.5.1. Panduan Interaksi Guru dan Murid dalam Membangun Budaya Positif di Sekolah

 

Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak (CGP)

Hasil dari kegiatan Ruang Kolaborasi ini adalah produk kegiatan berupa poster yang berisi tentang Panduan Interaksi Guru dan Murid dalam Membangun Budaya Positif di Sekolah. Dimana didalamnya memuat 3-8 poin rumusan dari pemahaman konsep yang sudah Anda pelajari di sesi sebelumnya (Lima posisi kontrol guru, kesepakatan kelas, disiplin positif, budaya positif).

Unggahlah hasil karya tersebut pada kegiatan ini dengan mengikuti tahapan yang ada dalam petunjuk pengiriman hasil karya.

1.4.a.6. Refleksi Terbimbing - Membangun Budaya Positif

Durasi: 1 JP
Jenis Kegiatan: Diskusi dengan fasilitator

Tujuan Pembelajaran Khusus:

  • CGP dapat mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan dirinya dalam menerapkan budaya positif di kelas.

  • CGP dapat merumuskan hal yang perlu ditingkatkan dalam dirinya untuk dapat menerapkan budaya positif di kelas.

  • CGP dapat merencanakan penerapan budaya positif di kelas. 

Bagaimana diskusi yang sudah dilakukan? Dengan adanya diskusi sebelumnya, semoga membuka wawasan dan memunculkan metakognisi baru terkait langkah-langkah apa saja yang dapat kita lakukan untuk membangun budaya positif di sekolah. Tidak apa-apa jika rasanya masih sulit untuk menerapkannya secara nyata. Dengan berproses, semoga membuat kita semakin terbantu dalam memikirkan langkah yang ingin diambil. 

Materi yang diberikan saling berkaitan dan memiliki tantangannya tersendiri untuk diterapkan. Tenang saja, Anda tidak sendiri. Diskusikanlah dengan fasilitator mengenai konsep baru yang Anda terima dan bagaimana menerapkannya di sekolah Anda. Selain itu,, mari kita refleksikan dengan menjawab beberapa pertanyaan yang disajikan.

1.4.a.7. Demonstrasi Kontekstual - Menerapkan Budaya Positif

Durasi : 2 JP (90 menit)
Jenis Kegiatan: Penugasan mandiri

Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP mampu menerapkan prinsip budaya positif di dalam proses pendidikan di sekolahnya sendiri, dalam bentuk kesepakatan kelas.

Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak (CGP)

Setelah memiliki paradigma baru terkait budaya positif dan proses penerapannya, Anda diminta untuk membuat kesepakatan kelas di kelas Anda. Pahamilah cara penerapan yang tepat dan berbagai kendala yang dapat dialami dalam membuat kesepakatan kelas di kelas Anda.


Instruksi penugasan 

Dalam penyusunan kesepakatan kelas ini, Anda akan mendemonstrasikan hasil (berupa foto kesepakatan kelas) dan prosesnya (berupa esai maksimal 500 kata).  Tulislah esai tersebut sehari setelah kesepakatan kelas dibuat agar Anda dapat mengamati perubahan yang terjadi di kelas, sekecil apapun perubahan itu. Pastikan Anda mencantumkan hal-hal berikut dalam esai Anda.

  1. Langkah-langkah yang Anda lakukan dalam menyusun kesepakatan kelas secara runut dan jelas 

  2. Tindakan yang Anda lakukan sebagai guru kepada murid 

  3. Percakapan Anda sebagai guru dengan murid ketika menyusun kesepakatan kelas

  4. Respons murid dalam berperilaku setelah kesepakatan kelas dibuat

  5. Tantangan atau keberhasilan yang ditemui selama proses tersebut

Unggah foto hasil kesepakatan kelas berikut esainya  pada kegiatan ini.

1.4.a.8. Elaborasi Pemahaman - Menerapkan Prinsip Budaya Positif

Durasi : 1 JP (45 menit)
Jenis Kegiatan: Diskusi bersama Instruktur  

Tujuan Pembelajaran Khusus: 

  1. CGP mengambil pembelajaran dari tantangan yang dihadapi dalam menerapkan budaya positif di sekolahnya.

  2. CGP melakukan refleksi dan mengadakan metakognisi terhadap aplikasi program-program yang telah direncanakan

Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,

Dalam Pembelajaran ini, kita akan memperluas pemahaman kita mengenai implementasi budaya positif. Kita akan membahasnya dalam satu sesi secara daring melalui tatap muka virtual. 

 

Setelah mencoba menerapkan prinsip budaya sekolah dengan berbagai aspek di dalamnya, Anda diminta melakukan refleksi dan bertanya jawab bersama instruktur mengenai hal-hal berikut.

 

  1. Materi apa saja yang Anda sangat pahami dari modul ini? Tuliskan

  2. Materi mana yang masih membingungkan bagi Anda? Tuliskan

  3. Perubahan apa yang dirasakan Bapak/Ibu dan juga murid selama mempraktikkan budaya positif sekolah?

  4. Adakah kesulitan ketika mencoba membangun budaya positif di kelas? Jika ada, apa saja kesulitannya?

  5. Tantangan apa saja yang dialami ketika menerapkan Budaya Positif di kelas?

  6. Strategi baru apa saja yang dapat dilakukan untuk menerapkan budaya positif di sekolah Anda dengan memanfaatkan berbagai sumber yang dimiliki?

Setelah melakukan refleksi dan bertanya jawab bersama instruktur, Anda diminta mendiskusikan studi kasus berikut ini berdasarkan pengalaman antar CGP.

“Anda adalah guru penggerak yang sudah membangun Budaya Positif di kelas. Hal ini dapat dilihat dari perubahan interaksi antara guru dan murid yang melibatkan dan memahami kebutuhan murid. Guru yang menerapkan kesepakatan kelas dan menggunakan kalimat positif dalam berinteraksi dengan murid, sehingga murid tumbuh menjadi pribadi yang kritis dan mandiri. Akan tetapi, di kelas lain masih ada guru yang memakai hukuman kepada murid agar murid patuh terhadap perintah gurunya, sehingga murid cenderung pasif dan tidak berani mengemukakan pendapat. Anda menjadi resah dan ingin mengajak guru tersebut untuk menerapkan Budaya Positif di kelas. Bagaimana cara yang efektif untuk mengajak guru tersebut untuk menerapkan Budaya Positif di kelasnya?” 

Tuliskan hasil refleksi dan analisis Anda bersama rekan CGP tersebut, simpulkan solusi yang tepat dari studi kasus yang telah diberikan.

1.4.a.9. Koneksi Antar Materi - Pentingnya Budaya Positif

Durasi : 2 JP (90 menit)
Jenis Kegiatan: Kegiatan mandiri - Membuat perencanaan 

Tujuan Pembelajaran Khusus: 

CGP memahami keterkaitan pentingnya budaya positif dengan materi ajar yang lain yang diberikan di sekolah

Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak (CGP)

Budaya positif bukanlah satu-satunya materi yang perlu diterapkan dalam pendidikan di sekolah. Kita perlu juga mengingat dan mengaitkan materi-materi yang sudah  kita pelajari sebelumnya agar penerapan di ekosistem belajar semakin maksimal.

Untuk memudahkan Bapak/Ibu CGP dalam merajut pemahaman dari berbagai materi, ada dua penugasan yang perlu dilakukan. Kedua penugasan tersebut adalah sintesis dari berbagai materi yang sudah dipelajari dan rancangan tindakan untuk Aksi Nyata. 

  1. Sintesis berbagai materi

    • Buatlah sebuah bagan (peta konsep, peta pikiran (mindmap), spider web, dll) atau sebuah artikel untuk menggambarkan kaitan antara materi-materi dalam modul ini, dan juga kaitan dengan dengan modul-modul yang sudah Anda pelajari sebelumnya

    • Bacalah pertanyaan-pertanyaan panduan berikut untuk membantu Anda membuat kaitan tersebut.

      • Apakah budaya positif di sekolah berdiri sendiri dalam menciptakan budaya ajar yang baik?

      • Bagaimana penerapan budaya positif jika dikaitkan dengan nilai lain dalam aktivitas belajar mengajar sehari-hari?

      • Bagian mana dari modul sebelumnya yang berkaitan dan mendukung budaya positif?

      • Bagaimana peran guru penggerak menularkan kebiasaan baik kepada guru lain dalam membangun budaya positif di sekolah?

      • Bagaimana guru penggerak bisa menumbuhkan budaya positif di kelas menjadi budaya positif sekolah dan menjadi visi sekolah?

    • Unggah Bagan atau artikel pada kegiatan ini.

  2. Rancangan tindakan
    Setelah melihat keterkaitan antara berbagai materi, Anda tentu memiliki perspektif yang lebih luas yang dapat memperkaya Anda dalam membuat perubahan di kelas atau sekolah. Pada tahapan pembelajaran setelah ini, Anda akan diminta untuk melakukan sebuah tindakan sebagai implementasi dari pemahaman yang sudah didapat. Sebagai persiapan melakukan Aksi Nyata tersebut, buatlah rancangan sederhana dengan mengisi bagan berikut:

.4.a.10. Aksi Nyata - Penerapan Budaya Positif

 

Durasi : 1 JP (45 menit)
Moda: Kegiatan mandiri dan Membuat portofolio tindakan nyata yang sudah diterapkan

Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP dapat menyusun langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah.

Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak (CGP)

Tibalah saatnya kita di pembelajaran terakhir, di mana kita akan menuangkan semua pemahaman dan pengalaman dalam aksi nyata. Pada tahapan ini Bapak/Ibu CGP akan mendapat kesempatan untuk menjalankan rancangan yang sudah dibuat pada tahap Koneksi Antarmateri. Anda memiliki durasi empat (4) minggu untuk menjalankan rancangan tersebut. Selama menjalankan Aksi Nyata, dokumentasikanlah proses yang terjadi, terutama pada tahapan-tahapan yang Anda anggap penting. Dokumentasi dapat berupa foto atau video. Setelah empat minggu, Anda diminta untuk mengunggah dua dokumen berikut sebagai portofolio Anda:

  1. Rancangan Aksi Nyata, berupa perencanaan tindakan yang sudah diperbaiki berdasarkan umpan balik dari fasilitator. Dokumen rancangan harus diberi nama mengikuti format berikut: PGP-Angkatan-Wilayah-Nama lengkap CGP-Kode Modul-Rancangan Aksi. Contoh: PGP-1-Kota Tual-Paramitha Rahayu-1.4-Rancangan Aksi.

  2. Artikel Refleksi, ditulis dalam bentuk pengolah kata, misalnya Microsoft Word. Artikel harus diberi nama mengikuti format berikut: PGP-Angkatan-Wilayah-Nama lengkap CGP-Kode Modul-Aksi Nyata. Contoh: PGP-1-Kabupaten Landak-Fredy Mardeni-1.4-Aksi Nyata 
    Artikel tersebut berisi:

    • Latar belakang tentang situasi yang dihadapi oleh Calon Guru Penggerak 

    • Deskripsi Aksi Nyata yang dilakukan, berikut alasan mengapa melakukan aksi tersebut 

    • Hasil dari Aksi Nyata yang dilakukan 

    • Pembelajaran yang didapat dari pelaksanaan (kegagalan maupun keberhasilan)

    • Rencana perbaikan untuk pelaksanaan di masa mendatang

    • Dokumentasi proses dan hasil pelaksanaan berupa foto-foto atau video-video singkat berikut caption/narasi singkat nya. Anda dapat juga menambahkan ‘testimoni’ dari rekan guru dan murid yang terlibat dalam proses perubahan yang Anda lakukan.

Catatan:

  • Pada saat pendampingan individu di bulan berikutnya, pendamping akan berdiskusi dengan Anda mengenai proses implementasi. Pendamping juga akan memberikan penilaian dengan rubrik yang terdiri dari komponen berikut: pemikiran reflektif, analisis proses dan keterkaitan dengan pembelajaran.

  • Selain mengunggah dalam LMS, Anda juga dianjurkan untuk membagikan artikel Aksi Nyata dalam media lain, seperti blog pribadi atau mengirimkannya ke laman Guru Berbagi (https://guruberbagi.kemdikbud.go.id/). Setelah mempublikasikan artikel tersebut, salinlah tautannya pada kolom berikut agar CGP lain dapat memberikan masukan/kritik yang membangun.

 

  • Ingat bahwa tujuan diskusi adalah pengembangan gagasan dan pencapaian pemahaman bersama, sehingga kita perlu menghindari debat yang saling menyerang personal.

  • Selain memberikan pandangan pribaditanggapi juga respons/jawaban dari para CGP lain agar tercipta diskusi yang bermakna dan evaluatif.

Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang akan didiskusikan pada sesi tatap maya di Zoom.

  1. Bagaimanakah perbedaan dampak pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment ) dengan pemberian disiplin positif pada murid?

  2. Bagaimana pandangan Anda mengenai penerapan disiplin positif di sekolah sebagai solusi tercapainya pembentukan karakter murid ?

  3. Budaya positif seperti apakah yang diperlukan dalam pengembangan karakteristik guru dan murid?


https://lms20-gp.simpkb.id/pluginfile.php/31790/mod_lesson/page_contents/16530/Screen%20Shot%202020-09-23%20at%2009.46.46.png

Anda bisa menggunakan tabel ini untuk terus refleksi dan mengamati kondisi sekitar, apakah guru sudah memosisikan diri sebagai guru yang meningkatkan motivasi intrinsik murid untuk berkembang dan memberikan dampak murid untuk belajar disiplin dalam diri? Sekarang, Anda diminta untuk menuliskan posisi guru yang ingin Anda capai.

  1. Sebagai guru saya akan memosisikan diri saya sebagai guru….karena,....

  2. Rencana ke depan saya akan melakukan.

Tuliskan jawaban pada kolom dibawah ini.

Terima kasih telah melakukan refleksi bersama! Refleksi adalah modal utama guru penggerak, guru yang terus belajar! Setelah sesi ini, Anda akan mengikuti sesi perbedaan Disiplin dan Hukuman. Hal ini akan memudahkan Anda untuk mengambil posisi kontrol guru penggerak seperti contoh guru pada situasi ke-5 dalam video. 

Bottom of Form

 

 


 

 

 

 

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ringkasan Materi Modul 2.2-Pembelajaran Sosial Emosional- Guru Penggerak

Ringkasan Modul 2.1-Pembelajaran Berdiferensiasi-Guru Penggerak

3.2.a.9 Koneksi Antar Materi-Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya